Senin, 09 Maret 2015

Kulit Pisang Disulap Pelajar SMA Lamongan Jadi Baterai

Seorang pelajar SMA Negeri 2 Lamongan berhasil mengubah kulit pisang menjadi isian baterai kering yang sudah tidak terpakai. Ide awal dari pembuatan baterai ini adalah karena banyaknya limbah kulit pisang yang berakhir di tempat sampah.

Kulit pisang
"Dari penelitian yang kami lakukan bersama guru pembimbing, kulit pisang diketahui memiliki elektrolit yang sama dengan kandungan yang ada di dalam baterai," kata pembuat baterai ramah lingkungan ini yang juga pelajar SMA Negeri 2 Lamongan, Dwiki Restu Nugroho, di salah satu stasiun televisi nasional, seperti dikutip dalam Detik.com.

Gambar percobaan yang akan dilakukan
Dwiki tak sendirian, ia dibantu oleh temannya yang bernama M. Irhamul Iqbal. Mereka melakukan penelitian mengenai kulit pisang menjadi baterai rangkaian Joule Thief untuk menyalakan lampu LED. Untuk membuat baterai, kedua pelajar kreatif ini terlebih dahulu memotong kulit pisang menjadi kecil-kecil. Setelah itu kulit pisang dimasukkan ke dalam baterai yang terlebih dahulu dikeluarkan isinya.

Mengutip laman chem.its.ac.id, Minggu (8/3/), karya Dwiki dan Iqbal berhasil meraih peringkat kedua penghargaan Science Writing Competition (SWOT) 2015. Dalam kontes ini mereka bersaing dengan 10 tim terbaik yang terpilih dari 67 tim. Juri dari lomba karya tulis tingkat nasional ini adalah dosen–dosen dari Jurusan Kimia FMIPA ITS, di antaranya Suprapto, M.Si., Ph.D., Prof. Dr. rer. nat. Irmina Kris Murwani, M. Si., Dr. Fahimah Martak, M. Si., dan Dra. Ratna Ediati, M. S., Ph.D. (ws/dc)

Selasa, 03 Maret 2015

Eka Sulap Limbah Kodok Jadi Sepatu Mahal

Eka Rismantara memanfaatkan limbah rumah makan yang menyediakan sate kodok, Eka menyulap kulit kodok menjadi sepatu. Eka yang ditemui di gelaran Indonesia Fashion Week di JCC, Jakarta mengatakan selama ini banyak produsen menawarkan produk fesyen seperti tas, dompet, dan sepatu dengan model unik dan dibuat dari bahan berkualitas. Untuk menghasilkan produk yang menarik, mereka sering menggunakan kulit binatang sebagai bahan baku produk.

Beberapa kulit binatang yang selama ini sering dipakai, seperti kulit ular, buaya dan sapi. Namun, masih jarang yang menggunakan kulit kodok sebagai bahan baku produk. Meski demikian, Eka memberanikan diri mencoba suatu yang baru yaitu membuat sepatu dari kulit kodok. "Kulit kodok ini saya pakai sebagai bahan pembuatan sepatu laki-laki," ujarnya di JCC, Jakarta, Minggu (1/3).

Dia mengakui pemakaian kulit kodok masih jarang, namun dia berhasil menghasilkan produk sepatu berbeda dari yang lain. "Setidaknya itu ciri khas produk kami," katanya. Menurut Eka, pemanfaatan kulit kodok sebagai bahan pembuatan sepatu tidak gampang. Perlu keahlian khusus dalam mengolah kulit kodok sehingga menarik dan memiliki kesan tersendiri.

Eka mendapatkan pasokan kulit kodok dari berbagai tempat rumah makan yang menyediakan sate kodok. "Kami memanfaatkan limbah dari perusahaan makanan katak, perusahaan makanan, restoran sate swikey adanya di luar Jawa," ungkapnya. Aneka produk fasyen yang dihasilkan itu dibanderol mulai dari Rp 4 juta - Rp 8 juta per buah. Pelanggannya pun sudah mencapai di benua Eropa. "Ekspor di Italia, Jerman, Perancis, Singapura setiap minggu," papar dia.

Pengerjaannya satu sepatu hanya mencapai 10 hari dan sepenuhnya menggunakan tangan manusia. "1-10 hari, cetakannya full handmade dan kami menyediakan garansi hingga 5 tahun," ungkapnya. Selain kulit kodok, dia juga mengatakan kulit limbah bambu sebagai bahan baku, seperti sepatu laki-laki dan perempuan. seperti dikutip dalam Merdeka.com.

Mahasiswa ITB Sulap Umbi Gembili Jadi Plastik Ramah Lingkungan

Limbah plastik dikenal sangat sulit terurai hingga berpotensi tinggi mencemari lingkungan. Sekelompok mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) menyulap umbi gembili menjadi plastik ramah lingkungan.

"Umbi bernama latin Dioscorea esculenta ini dipilih karena bukan merupakan makanan pokok," kata salah satu anggota tim, Untung Ari Wibowo, seperti dikutip dalam Okezone.com, baru-baru ini.

Untung menjelaskan, proses membuat bioplastik dari umbi gembili cukup mudah. Langkah pertama adalah mengekstrak patinya. Umbi gembili dihaluskan, lalu disaring dan diendapkan untuk mendapatkan pati. Kemudian pati tersebut dikeringkan agar menjadi tepung.

Tahap selanjutnya adalah melarutkan tepung dengan air serta ditambahi plasticizer gliserol dan asam sitrat. Untung mengaku, inovasi yang turut diikutsertakan pada Tanoto Student Research Award (TSRA) 2014 tersebut memang tiga kali lebih mahal dari plastik biasa.

Plastik Gembili Raih Tanoto Awards di 2014
Tanoto Awards 2014 yang diadakan pada Sabtu (22/11/14) telah memilih pemenangnya. Anugerah dari Tanoto Foundation untuk para peneliti muda ITB ini memilih plastik ramah lingkungan berbahan dasar pati gembili. Gembili adalah sejenis umbi-umbian yang banyak ditemukan di daerah Kebumen, Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan oleh tiga mahasiswa dari program studi Teknik Material yaitu Untung Ari Wibowo (Teknik Material 2010), Suyanti (Teknik Material 2010), dan Irma Pratiwi (Teknik Material 2012).

Judul penelitian dari tim Teknik Material tersebut adalah Pembuatan Plastik Ramah Lingkungan Pati Gembili (Dioscorea esculenta). Masing-masing tim dari setiap program studi mengajukan proposal untuk kemudian diseleksi hingga terpilih tiga belas proposal penelitian terbaik, termasuk tim Teknik Material. Tiga belas penelitian terpilih tersebut kemudian didanai oleh Tanoto dan berlangsunglah penelitian selama lebih kurang empat bulan. Hingga pada akhirnya setiap tim harus mempresentasikan hasil penelitiannya di babak final pada Sabtu (22/11/14). 

Pihak penyelenggara menghadirkan juri-juri dari ITB, BPPT, dan dari Tanoto Foundation sendiri. Plastik ramah lingkungan ini menarik perhatian juri karena gembili yang digunakan sebagai alternatif bahan dasar. Biasanya, singkong menjadi pilihan para pembuat plastik yang bisa terurai secara alami. Namun, menurut tim, singkong adalah salah satu makanan pokok di Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif umbi-umbian lain. Terbukti, plastik berbahan dasar gembili bisa terurai dalam waktu 21 hari, bahkan lebih cepat dari plastik berbahan dasar singkong.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Green Polymer yang dimiliki oleh program studi Teknik Material. Laboratorium ini adalah wadah bagi mahasiswa untuk mempelajari dan melakukan penelitian tentang bahas berbasis polimer organic seperti pati selulosa. Di laboratorium inilah dilakukan uji degradasi plastik ramah lingkungan pati gembili menggunakan bakteri.

Minggu, 01 Maret 2015

Mesin Penetas Penyu Akurat 95% Ciptaan 7 Mahasiswa UB Malang


7 orang Mahasiswa dari Universitas Brawijaya (UB) Malang membuat sebuah mesin penetas penyu yang dapat mengatur jenis kelamin dari telur penyu yang juga diklaim memiliki keakuratan hingga 95%. Adapun tujuh mahasiswa tersebut di antaranya, Hendra, M. Khaerul Askahfi, M. Abdi Nasrullah, Oni Zakiyah, Herfina Imandania, Vian Dedi Pratama, dan Hasan.

“Jika secara alami prosentase penetasan sebanyak 40 hingga 60%, maka dengan menggunakan alat tersebut meningkat menjadi 90 hingga 95%,” kata salah satu anggota tim bernama Hendra.

Hendra melanjutkan, pemanasan global yang terjadi belakangan ini mempengaruhi jenis kelamin antara penyu jantan dan betina yang dihasilkan menjadi tidak seimbang. Hal ini tentu berpengaruh pada konservasi penyu.  “Jumlah penyu jantan dan betina yang tidak seimbang mengakibatkan tidak sempurnanya pembuahan. Padahal banyak dari telur-telur yang gagal menjadi penyu karena beberapa faktor, seperti membusuk atau diburu,” kata Hendra.

Hendra melanjutkan, cara penggunaan mesinnya. Menurutnya, cara kerja mesinnya hanya dengan mengatur suhunya saja. “Jika menginginkan jenis jantan maka suhu diturunkan, sebaliknya untuk menghasilkan penyu betina maka dengan menaikkan temperatur suhu. Batas minimal suhu yang digunakan mulai dari 25 hingga 32 derajat celsius,” pukasnya.

Alat yang sudah dipesan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan ini sudah melalui uji coba pada skala laboratorium dan melalui uji ketelitian alat. Saat ini, bahkan mesin penetas telur tersebut telah digunakan dalam kegiatan konservasi penyu di Wonocoyo, Trenggalek. “Saat ini, kami sedang mengurus HaKI dan Paten di LPPM UB,” ucapnya.

Selain itu, Hendra juga menjelaskan, ketersediaan alat tersebut tidak sebanding dengan banyaknya telur yang harus ditetaskan. “Dalam satu kali musim tetas ada 6.000 butir telur. Sedangkan satu alat, hanya mampu digunakan untuk 150 butir,” tuturnya, seperti dikutip dalam Okezone.com, Senin (2/3).

Minggu, 22 Februari 2015

Atasi Pencemaran, Warga Olah Limbah Tahu Jadi Biogas

Tumbuhnya ratusan usaha produksi tahu berdampak pencemaran lingkungan di Desa Kalisari, Banyumas, Jawa Tengah. Setiap hari puluhan ribu liter limbah cair industri tahu dibuang ke sungai. Limbah cair merusak ekosistem sungai. Bau menyengat yang ditimbulkan juga sangat mengganggu warga.

Namun sejak 5 tahun silam, masalah limbah perlahan sirna. Berawal sejak berdirinya unit pengolahan limbah cair industri tahu menjadi biogas atau biolita, atas prakarsa Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Hingga kini sudah dibangun 4 unit pengolahan dibangun di Desa Kalisari untuk menampung puluhan ribu liter limbah cair yang dihasilkan 243 perajin tahu.

Dari ratusan perajin tahu, limbah cair dialirkan menggunakan pipa menuju instalasi biolita. Setelah diendapkan selama sehari, limbah kemudian menjalani proses pembusukan dan penguraian sebelum akhirnya diubah menjadi gas metan. Dari satu unit pengolahan limbah, bisa dihasilkan sekitar 400 liter gas metan per hari untuk dialirkan ke rumah-rumah warga. Seperti dikutip dalam Detik.com, Senin (23/2). (ws/ok)

Rabu, 04 Februari 2015

Peter Mang, Orang China ini Ubah Kotoran Manusia Jadi Emas


Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au (bahasa Latin: aurum) dan nomor atom 79. Sebuah logam transisi (trivalen dan univalen) yang lembek, mengkilap, kuning, berat, malleable dan ductile. Emas tidak bereaksi dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua regia. Logam ini banyak terdapat di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan di deposit alluvial dan salah satu logam coinage. Kode ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair pada suhu sekitar 1000 derajat celcius.[1]

Seorang insinyur bernama Heinz-Peter Mang, bermimpi untuk mengubah kotoran manusia menjadi batangan emas murni. Untuk mewujudkan impiannya tersebut Mang telah pindah ke Beijing, dimana jumlah kotoran manusia di kota itu telah memaksa para perencana kota untuk mencari cara baru untuk mengolahnya.

Sistem pembuangan kotoran Negara China berada dalam bahaya karena kelebihan kapasitas akibat banyak orang pindah ke daerah perkotaan China sehingga. Mang melihat potensi kotoran-kotoran tersebut sebagai sumber daya yang dapat diperbaharui[2].

Memang benar kotoran manusia mengandung logam berharga. Menurut penelitian dari Arizona State University, seperti yang dilansir oleh Mirror, Kamis (4/2) diperkirakan sebuah kota dengan populasi satu juta orang dapat menghasilkan kurang lebih 13 Juta Dolar  atau Rp 163 milyar , dalam bentuk logam berharga setiap tahunnya.

Teoripun muncul mencoba menjelaskan mengapa hal ini bisa terjadi. Teori pertama adalah karena ada kemungkinan bahwa makanan yang kita makan mengandung sedikit partikel dari metal yang tercampur di dalamnya. Teori lainnya menyebutkan ada kemungkinan bahwa bagian-bagian dari aksesoris dan perhiasan kita ikut terjatuh ke dalam toilet saat kita menyiram.[3]

Berdasarkan data tahun 2009 di pinggiran kota Tokyo, yang memang dipenuhi pabrik pengolahan logam, ditemukan emas dalam jumlah yang jauh lebih banyak di selokannya dibandingkan dengan beberapa tambang emas terbaik di dunia, seperti dikutip dalam Okezone.com, baru-baru ini. [4]


[1] Wiki. 2013. Emas (Online). http://wikipedia.org. Diakses Pada Tanggal 05 Februari 2015.
[2] Lampungtribun. 2015. Hah, Insinyur Ini Berniat Merubah Kotoran Manusia Jadi Emas Murni! (Online). http://tribunnews.com. Diakses Pada Tanggal 05 Februari 2015.
[3] Wartawan. 2015. China is Turning Fecal Sludge Into ‘Black Gold’ (Online). http://disinfo.com. Diakses Pada Tanggal 05 Februari 2015.
[4] Full. 2015. Insiyur Ingin Ubah Kotoran Manusia Menjadi Emas (Online). http://okezone.com. Diakses Pada Tanggal 05 Februari 2015.

Minggu, 25 Januari 2015

Zamrisyaf Bangun Pembangkit Listrik Air Laut

Zamrisyaf, lulusan Sekolah Teknik Menengah (SMK) berhasil menciptakan pembangkit listrik tenaga gelombang laut. Melalui karyanya, pria asal Desa Sitalang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat kelahiran 19 September 1958 ini, menciptakan pembangkit listrik tenaga gelombang, dengan sistem bandulan yang telah menghasilkan daya hingga 2.000 watt. Sebelumnya ada juga yang mungbah sampah jadi energi listrik.


Zamrisyaf mengatakan, setelah melakukan percobaan panjang sejak 2002 hingga 2014 dan menghabiskan biaya hingga ratusan juta rupiah, akhirnya impian dan cita-citanya terwujud. Awal mula ide itu berawal saat berkunjung ke Kabupaten Mentawai, Sumbar, menggunakan kapal laut pada 1999. Dalam kapal cepat yang ditumpangi, Zam berpikir kapal sebesar ini dengan muatan berat di tengah laut dihantam oleh gelombang pasti menghasilkan energi yang besar.

Dia melanjutkan, energi yang dihasilkan guncangan kapal di tengah laut akibat hantaman gelombang, jika disalurkan tentu akan lebih berguna dan tidak terbuang percuma. Namun, dia masih berpikir keras bagaimana cara agar energi itu dapat diubah menjadi energi mekanik. (baca: Mobil Listrik Bahan Kayu)

Zamrisyaf  mengatakan, "ternyata, jika kita sudah punya kemauan maka Tuhan yang akan memberikan jalan, dan tanpa disengaja saya menemukan jawabannya saat bepergian menggunakan kapal laut ke Jakarta," katanya saat di wawancarai.

Dia lalu lalu melanjutkan, di kapal tersebut terdapat lonceng besar, awalnya ia mengira lonceng itu untuk memanggil anak buah kapal, namun ternyata rupanya alat untuk mengukur besar gelombang laut. Jika kapal dihantam gelombang besar maka guncangannya akan membuat lonceng berbunyi. Lonceng di kapal laut kemudian menjadi dasar idenya menciptakan pembangkit listrik dari tenaga gelombang.

Sejak itu Zamrisyaf yang sehari-hari merupakan pegawai Perusahaan Listrik Negara (PLN) mulai mengemukakan idenya pada banyak pihak mulai dari rekan kerjanya hingga atasan. Tetapi tidak ada yang menanggapinya dengan serius, hingga pada 2002 dia diundang oleh Presiden Megawati ke Istana Negara dalam acara sarasehan penerima Kalpataru. Pada pertemuan itu Zam menyampaikan idenya di Istana di hadapan sejumlah pejabat tinggi negara.


Kementerian Riset dan Teknologi Didik Hajar Gunadi yang juga menjabat ketua Asosiasi Inventor Indonesia  mengatakan, "ide Pak Zam bagus, tapi jangan bicara dulu ke publik, kita urus dulu patennya."

Akhirnya, Zam mengurus paten temuannya, dibantu oleh Univesitas Andalas, dan baru resmi keluar pada 2009 dengan nama alat pembangkit listrik tenaga gelombang dengan sistem bandulan. Setelah paten keluar dari Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, pejabat Kementerian Riset dan Teknologi Didik Hajar Gunadi yang juga menjabat ketua Asosiasi Inventor Indonesia terus melakukan uji coba alatnya. Ratusan kali percobaan tak mematahkan semangatnya hingga sekitar Desember 2014 ia berhasil menciptakan alat tersebut mendekati sempurna.

Meskipun Zam tidak pernah menempuh pendidikan formal bidang kelistrikan, selama merancang alat itu dia beberapa kali berkonsultasi dengan sahabatnya staf pengajar Politeknik Negeri Padang, Aidil Zamri. Pembangkit listrik yang diciptakan Zam berupa perahu ponton dengan panjang 4,8 meter, lebar 3 meter dan tinggi 3 meter berbentuk segitiga terbalik dengan berat sekitar 13 ton. Sumber energi listrik berasal dari bandul yang dipasang horizontal menggunakan sumbu di atas ponton yang akan berayun ketika ponton digoncang gelombang. Energi yang dihasilkan dari putaran bandul yang memiliki lengan dengan panjang 1,7 meter itu disalurkan pada sebuah dinamo.

Untuk mengoperasikan alat tersebut cukup membawanya ke laut dengan jarak sekitar 100 meter dari pantai dan sebagai penahan agar ponton tidak hanyut digunakan jangkar. Selama masih ada gelombang ponton akan terombang ambing, maka bandul terus berputar menghasilkan energi untuk disalurkan dan diubah menjadi listrik. (sebelumnya: dosen UGM buat alat pendeteksi longsor)

Zam mengungkapkan, "sekilas cara kerja alat ini terlihat sederhana, tapi untuk dapat menghasilkan listrik ratusan percobaan diadakan dengan berbagai metode yang tidak gampang."

Awalnya, ketika ponton dibawa ke laut bandul yang ada di atas belum berputar, Zam mencoba mengisi ponton dengan muatan pasir hingga air, namun tetap belum menemukan format ideal. Dia pun pernah memasang posisi bandul secara vertikal, bahkan untuk panjang lengan, dia terus melakukan percobaan agar diperoleh putaran yang stabil. "Tak sedikit yang mencemooh bahkan sampai mengatakan apa yang saya lakukan adalah pekerjaan gila," kata Zam, saat pertama kali mengetes alat itu di kawasan pantai Pasia Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah, Padang.


Menurut Zam, memanfaatkan gelombang laut yang tersedia sepanjang waktu, alat yang diciptakannya menggunakan prinsip energi terbarukan, akrab dan ramah lingkungan. Sebab, dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga matahari jauh lebih murah, juga tidak tergantung pada matahari yang hanya bersinar 12 jam sehari. Jika dibandingkan dengan PLTA juga lebih murah karena untuk membuat PLTA harus membangun saluran air dulu dan membutuhkan biaya yang juga besar.

Prototipe Ke depan, Zamrisyaf berencana mengembangkan alat dalam skala prototipe, dengan penambahan bandul hingga empat, sehingga daya yang dihasilkan minimal per satu ponton 20 ribu watt. Dia bercita-cita jika prototipe telah sempurna dan dipasang 100 unit saja di sepanjang pantai Padang, maka daya yang dihasilkan dapat mencapai 20 megawatt.

Sementara, kebutuhan listrik untuk Padang Sumbar hanya 30 Megawatt, artinya krisis energi listrik yang dialami selama ini terselesaikan dan untuk menyambungkan dengan jaringan PLN cukup melakukan koneksi dengan PLTA. "Saya prihatin energi begitu banyak dibiarkan saja, kita negara maritim, negara kepulauan, energi berserakan di sekeliling, kita sibuk berdebat kusir soal subsidi BBM dan krisis listrik," kata Zam.


Dia juga berencana mengembangkan alat ini untuk dipasang di kapal nelayan sehingga tersedia sumber energi lsitrik yang lebih murah daripada diesel. "Listrik yang ada di kapal dapat dimanfaatkan untuk mendinginkan ikan sehingga hasil tangkapan tetap segar," ungkap Zam.

Pendatang Haram Bagi Zamrisyaf, berkecimpung dalam dunia kelistrikan bukan hal baru, mengingat dia adalah salah seorang pegawai PLN yang baru saja pensiun pada 2014. Kendati tidak memiliki pendidikan formal tentang listrik karena saat menempuh pendidikan di STM Zam mengambil jurusan mesin, sejak dulu ia mengaku punya minat yang tinggi terhadap listrik. Berkat ketertarikannya itu, Zam berhasil menciptakan pembangkit listrik mikrohidro di kampungnya pada 1979 yang membuat dia terpilih sebagai salah seorang penerima Kalpataru pada 1983. Akan tetapi, mikrohidro yang didirikannya bermasalah dengan pemerintah daerah sehingga Zam memutuskan menjadi pendatang haram ke Malaysia untuk bekerja sebagai kuli bangunan. Enam bulan di Malaysia, dia bertemu dengan salah seorang wartawan Sinar Harapan yang kemudian mengusulkan Zam sebagai penerima Kalpataru atas karya minihidro di kampungnya. Pada 1983, suami dari Erliza itu dianugerahi Kalpataru oleh pemerintah pusat, yang diterima oleh orangtuanya karena Zam masih di Malaysia.

Setelah Zam menerima Kalpataru ia memutuskan untuk kembali ke kampung dan ditawari oleh Gubernur Azwar Anas kala itu untuk bersama-sama membangun Sumbar dengan bekerja di PLN hingga pensiun pada Oktober 2014. Kendati telah memasuki masa pensiun, semangat dan tekadnya untuk berkarya terus meluap-luap, dengan memanfaatkan sumber daya alam yang begitu kaya dan melimpah, yang selama dibiarkan mubazir. (baca: kotoran sapi jadi energi alternatif)